Perusahaan teknologi ByteDance telah menarik perhatian dunia setelah terungkap bahwa mereka melakukan PHK terhadap ratusan karyawan di berbagai departemen. Ini menunjukkan tren pemangkasan dalam sektor teknologi China yang sedang marak terjadi. Namun, selain kontroversi ini, profil bisnis ByteDance juga patut diperhatikan.
Sejarah ByteDance
ByteDance Beijing ByteDance Technology didirikan pada tahun 2012 oleh Zhang Yiming, seorang lulusan software engineering dari Nankai University Beijing. Zhang memiliki keahlian dalam bidang teknologi dan juga minat dalam dunia bisnis. Setelah beberapa pengalaman kerja di perusahaan lain, Zhang bersama dengan rekannya, Liang Rubo, mendirikan startup bernama 99fang pada tahun 2009, yang merupakan mesin pencari real estat namun sayangnya berakhir dengan kegagalan.
Meskipun menghadapi kegagalan tersebut, Zhang tidak patah semangat. Dia kemudian merilis aplikasi ByteDance yang pertama, yaitu Neihan Duanzi, sebuah platform berbagi lelucon, meme, dan video lucu. Namun, aplikasi ini akhirnya ditutup pada tahun 2018 karena masalah dengan pemerintah China.
Bukan Hanya TikTok Saja
Setelah itu, Zhang menciptakan aplikasi lain yang dikenal dengan nama Douyin, yang merupakan platform video pendek. Pada awalnya, Douyin dianggap sebagai “copycat” dari aplikasi global yang lebih populer, Musical.ly. Namun, ByteDance mengejutkan dengan mengakuisisi Musical.ly pada tahun 2018 dan menggabungkannya dengan Douyin, menciptakan aplikasi TikTok yang sangat populer saat ini.
ByteDance juga telah mengembangkan berbagai aplikasi lain yang digunakan oleh banyak orang di seluruh dunia. Beberapa contohnya adalah Helo, sebuah aplikasi jejaring sosial yang populer di India, Vigo Video (sebelumnya Hypstar), Douyin (versi China dari TikTok), BaBe (platform berita dan konten Indonesia), dan Huoshan (aplikasi video pendek China).
TikTok menjadi kunci kesuksesan ByteDance. Meskipun perjalanan ByteDance tidak selalu mulus, beberapa produknya menghadapi tantangan. ByteDance dituduh bekerja sama dengan Partai Komunis China dalam menyensor dan mengawasi konten terkait kamp pendidikan ulang Xinjiang serta topik-topik kontroversial lainnya. Salah satu aplikasinya, yaitu Helo, bahkan dihadapkan pada tuduhan menyebarkan informasi palsu, yang mengakibatkan Zhang mengajukan gugatan pencemaran nama baik.
TikTok juga menghadapi masalah ketika diblokir oleh pemerintah Amerika Serikat dan India karena dugaan pengumpulan data pengguna secara ilegal dan masalah konten pornografi. Namun, ByteDance berhasil membuktikan diri dengan menghasilkan pendapatan lebih dari US$7 miliar atau sekitar Rp109 triliun.
Raih Pendanaan Hingga 3900 Triliun
Untuk mendukung pertumbuhannya, ByteDance telah menerima dukungan finansial dari beberapa perusahaan besar seperti Kohlberg Kravis Roberts, SoftBank Group, Sequoia Capital, General Atlantic, dan Hillhouse Capital Group. Pada Maret 2021, nilai dukungan finansial ini mencapai US$250 miliar atau sekitar Rp3.901 triliun dalam perdagangan swasta.
Meskipun ByteDance menghadapi beberapa kontroversi dan tantangan di sepanjang perjalanan bisnisnya, perusahaan ini tetap menjadi salah satu pemain utama dalam sektor teknologi China. Dengan aplikasi TikTok yang sukses secara global dan berbagai produk lainnya, ByteDance terus menunjukkan potensi dan ketahanannya di tengah persaingan yang ketat di dunia teknologi.