Tour dan Sketsa Batik Candi Sari dan Kalasan

Dalam upaya meningkatkan kesadaran masyarakat akan kekayaan budaya yang dimiliki Kabupaten Sleman, Dinas Kebudayaan Sleman baru-baru ini mengadakan kegiatan unik bertajuk “Tour dan Sketsa Batik Candi Sari dan Kalasan”. Acara ini mengajak berbagai pihak, mulai dari rekan blogger, komunitas batik, hingga pelaku UMKM, untuk bersama-sama menjelajahi keindahan dan sejarah Candi Sari dan Candi Kalasan. Dengan pendekatan naratif dan pengalaman langsung, kegiatan ini bertujuan untuk memperkenalkan potensi wisata lokal serta menggugah kecintaan pada sejarah dan budaya.

Sejak pagi, halaman kantor Dinas Kebudayaan Sleman telah ramai oleh para peserta yang antusias. Blogger dari berbagai wilayah di Jogja, para pegiat komunitas batik, dan pelaku UMKM berkumpul dengan semangat untuk memulai perjalanan ditemani Bu Endah dari Dinas Kebudayaan Sleman.

“Candi Sari dan Candi Kalasan adalah simbol kejayaan masa lalu yang harus kita lestarikan bersama. Lewat kegiatan ini, kami berharap setiap peserta tidak hanya menikmati keindahan candi, tetapi juga memahami nilai sejarahnya dan bagaimana budaya ini bisa kita aplikasikan dalam kehidupan modern,” ujarnya dengan senyum ramah.

Keunikan Candi Sari

candi sari

Perhentian pertama adalah Candi Sari, yang terletak di Dusun Bendan, Tirtomartani. Saat rombongan tiba, suasana sejuk dan teduh langsung menyambut. Candi Sari, dengan struktur bertingkatnya yang khas, langsung memukau para peserta. Mbak Sinta dari Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah 10 menjelaskan sejarah dan fungsi candi ini sebagai tempat tinggal para biksu Buddha pada masa Mataram Kuno.

“Candi ini tidak hanya sebuah bangunan batu biasa,” jelasnya. “Ini adalah tempat religius yang digunakan nenek moyang kita di masa peradaban Hindu Budha.” Lalu apa sih yang unik dari candi ini?

Candi Sari diyakini dibangun bersamaan dengan Candi Kalasan, yang terletak tidak jauh dari lokasi Candi Sari. Berdasarkan prasasti Kalasan (778 Masehi), candi ini kemungkinan dibangun atas perintah Rakai Panangkaran dari Wangsa Sanjaya, yang meskipun Hindu, memberikan perlindungan kepada komunitas Buddha Mahayana di wilayahnya.

Meski demikian, Mbak Sinta sendiri menyatakan Wangsa Sanjaya sendiri diyakini sebagai bagian dari Wangsa Syailendra yang beragama Budha.

Berdasarkan struktur bertingkat dan adanya ruangan-ruangan yang mirip dengan kamar, Candi Sari diduga berfungsi sebagai vihara atau asrama bagi para biksu. Fungsi ini mirip dengan nama “Sari,” yang dalam bahasa Jawa Kuno berarti “indah” atau “suci,” merujuk pada tempat tinggal suci.

bentuk dalam candi sari

Struktur semacam ini tidak lazim ditemukan pada candi pemujaan, tetapi lebih cocok untuk akomodasi berdasarkan penelitian awal oleh sejarawan dan arkeolog Belanda seperti N.J. Krom meyakini tempat ini sebagai tempat tinggal para biksu di era tersebut.

Meski demikian, banyak juga ahli lain yang berpendapat bahwa Candi ini merupakan tempat pemujaan yang terpisah dari Candi Kalasan, meskipun ada kemiripan diantara kedua jenis candi ini. Para ahli menduga bahwa bagian luar candi pernah dilapisi oleh semacam plester putih (vajralepa), yang berfungsi untuk memperkuat struktur dan memberikan tampilan lebih indah. Teknik ini juga ditemukan pada Candi Kalasan, menegaskan hubungan antara kedua candi tersebut.

Para blogger segera sibuk mencatat penjelasan mbak Sinta serta mengambil gambar relief yang masih utuh di beberapa bagian dinding candi. Mereka juga mencatat detail-detail menarik untuk kemudian dibagikan di blog dan media sosial masing-masing. Beberapa anggota komunitas batik tampak terinspirasi oleh motif bunga teratai dan ornamen flora di dinding candi, mulai menggambar motif yang ada di badan candi mengisyaratkan ide untuk desain kain batik baru yang mengangkat tema lokal.

Sementara rekan-rekan UMKM batik juga mencari ide dari keanggunan candi ini yang bisa dituangkan dalam bentuk karya.

Candi Kalasan yang Megah

Setelah puas mengeksplorasi Candi Sari, rombongan melanjutkan perjalanan ke Candi Kalasan, yang berjarak hanya beberapa kilometer. Dibandingkan Candi Sari, Candi Kalasan memiliki struktur yang lebih besar dan megah. Peserta tampak kagum melihat stupa utama dan relief yang menghiasi dinding candi ini.

Pemandu kembali menceritakan sejarah Candi Kalasan, termasuk kisah pembangunannya yang tercatat dalam Prasasti Kalasan. Candi ini didedikasikan untuk Dewi Tara, dewi dalam ajaran Buddha Mahayana. Peserta diajak untuk memperhatikan detail atap candi yang dulunya dilapisi vajralepa, plester putih yang memberikan perlindungan sekaligus estetika pada candi.

Menurut mas Erwin, yang juga mendampingi para peserta, di Indonesia hanya satu candi yang memiliki alas pintu masuk yang menggambarkan simbol Kahyangan, dengan demikian para biksu yang memasuki area candi diyakini telah berada dalam dimensi religius yang lebih tinggi dibanding orang kebanyakan.

candi kalasan budha

Candi Kalasan memiliki ciri khas yang membedakannya dari candi-candi lainnya. Ukuran candi ini cukup besar, dengan detail arsitektur yang menunjukkan keindahan seni Buddha Mahayana. Candi ini berbentuk persegi dengan sisi berukuran sekitar 45 meter dan tinggi sekitar 34 meter.

Berdasarkan prasasti, candi ini dikhususkan untuk memuja Dewi Tara. Patung Dewi Tara yang kemungkinan berukuran besar ditempatkan di dalam bilik utama candi. berikut di beberapa titik di sudut candi, sayangnya, patung-patung ini telah hilang dan hanya menyisakan relungnya.

Dinding candi dihiasi relief-relief yang indah, termasuk motif bunga teratai, para dewa, dan dekorasi flora. Dan tentu saja, kombinasi 3 hewan yang disucikan dalam agama Budha, yaitu Singa, Gajah dan Kuda.

Atap candi berbentuk piramida berundak yang dihiasi dengan stupa-stupa kecil di setiap sudutnya. Bagian puncak candi terdapat stupa utama yang merupakan simbol Buddha. Selain itu ada 58 stupa di sekitar candi yang diyakini tempat menyimpan abu jenazah para biksu yang telah meninggal.

Candi Kalasan diperkirakan dibangun sekitar tahun 778 Masehi berdasarkan informasi yang tercatat dalam Prasasti Kalasan yang saat ini tersimpan di Museum Nasional Jakarta. Prasasti ini ditulis dalam bahasa Sanskerta menggunakan aksara Pranagari dan menyebutkan bahwa candi ini dibangun atas perintah Rakai Panangkaran.

Menariknya, candi ini belum pernah dipugar, hanya diperkuat pondasi dan strukturnya, meski demikian, demi keamanan pengunjung tidak diperkenankan menaiki tubuh utama candi karena dikhawatirkan akan membahayakan struktur candi maupun pengunjung tersebut.

Para pelaku UMKM juga mendapatkan wawasan baru tentang bagaimana nilai sejarah dan budaya bisa diintegrasikan ke dalam produk batik mereka. Beberapa peserta mulai berdiskusi tentang ide-ide motif berbasis cerita dari kedua candi tersebut.

Diskusi Budaya dan Kolaborasi Kreatif

Kegiatan tidak berhenti hanya pada eksplorasi. Di akhir perjalanan, para peserta berkumpul di sebuah resto yang tak jauh dari kedua candi tersebut untuk sesi diskusi budaya dalam suasana yang santai. Blogger menceritakan rencana mereka untuk menulis artikel yang mengangkat potensi wisata candi. Komunitas batik berdiskusi tentang bagaimana melibatkan generasi muda dalam mencintai batik melalui motif-motif yang terinspirasi dari relief candi. Sementara itu, pelaku UMKM mulai menjajaki peluang kolaborasi untuk menciptakan produk-produk yang menggambarkan kekayaan lokal.

Kegiatan “Tour dan Sketsa Batik Candi Sari dan Kalasan” ini tidak hanya berhasil meningkatkan apresiasi terhadap warisan budaya lokal, tetapi juga membuka peluang kolaborasi lintas komunitas. Para peserta pulang dengan hati penuh inspirasi dan ide-ide segar untuk memperkenalkan kembali warisan ini kepada khalayak luas.

Dengan menggandeng berbagai pihak, Dinas Kebudayaan Slemanmenunjukkan bahwa pelestarian budaya bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga seluruh masyarakat. Kedua candi ini juga menjadi simbol toleransi dan kerukunan antaragama yang pernah berkembang di Nusantara.

Melalui perjalanan ini, diharapkan lebih banyak orang akan tergerak untuk mencintai, menjaga, dan mempromosikan kekayaan budaya Nusantara. Karena sejatinya, warisan seperti Candi Sari dan Candi Kalasan adalah bagian dari identitas bangsa yang harus dijaga selamanya.

 

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *