Kanca Dolan mungkin pernah mendengar nama Action figure. Bagi sebagian orang nama tersebut mungkin terdengar asing, tapi tidak untuk para kolektornya, action figure adalah mainan berbentuk tokoh / karakter baik fiksi maupun nonfiksi yang dibuat menyerupai tokoh aslinya. Tokoh-tokoh ini bisa berasal dari film, komik, game, anime, dan lain sebagainya. Kolektor figure umumnya berasal dari golongan yang sudah cukup berumur. Ya, meski orang awam menganggap action figure tidak berbeda dengan mainan anak, tetapi saja ada hal prinsipil yang membedakannya dari mainan anak.
Faktor yang Membedakan Action Figure dan Mainan Anak
Pertama adalah dari segi harga, harga figure per biji biasanya dijual mulai harga Rp. 50.000an hingga puluhan juta rupiah, tergantung dari jenis, bahan, kerumitan, dan faktor raritynya. Kolektor pemula umumnya mengkoleksi satu jenis line up action figure untuk dilengkapi. Line up adalah sebutan untuk kelompok action figure yang memiliki kesamaan karakter dan berasal dari satu produsen.
Faktor kedua adalah detailing karakter, setiap action figure yang dibuat oleh produsen resmi memiliki tingkat kesamaan dengan tokoh aslinya, tingkat kemiripan figure dengan tokoh aslinya bervariasi, umumnya semakin mahal line up maka tingkat kemiripan dan detail produk akan semakin tinggi.
Ketiga adalah penggunaan. Berbeda dengan mainan anak, action figure umumnya tidak benar-benar pernah dimainkan oleh para kolektornya, mereka tetap ditempatkan dalam box sebagaimana pertama kali dibeli, hal ini digunakan untuk menjaga kondisi fisik figure maupun box agar tidak mengalami kerusakan. Maklum saja, dengan harga yang cukup mahal, tentu kolektor harus sangat berhati-hati dalam merawat koleksi kesayangannya.
Faktor Kedekatan Emosi
Salah satu line up yang cukup favorit dikoleksi oleh kolektor action figure di Indonesia adalah line up SHF dari Bandai. Line up action figure ini memiliki tinggi sekitar 15cm, memiliki beberapa titik artikulasi yang membuat mainan ini dapat diubah posenya dan difoto dalam berbagai gaya oleh para kolektor.
Para kolektor figure umumnya melengkapi koleksi figurenya dengan cara bergabung dalam komunitas digital yang tersebar di social media seperti Facebook, Instagram maupun mengunjungi Toys Fair yang rutin digelar di beberapa kota besar. Untuk beberapa item yang memang sangat sulit dicari, para kolektor umumnya berusaha mencari jalan untuk mengakses produsen mainan di negara asal, baik memesan lewat jasa titip pembelian mainan maupun memanfaatkan jasa orang-orang Indonesia yang tinggal di negara produsen untuk mencarikan koleksi yang diinginkan.
Segmen action figure memiliki tingkat ekonomi berbeda namun memiliki satu pola kesamaan yang sama dalam melakukan pembelian, yakni pemenuhan kebutuhan emosional dibanding azas manfaat. Apalagi dengan dimunculkannya film-film franchise seperti Avengers, Justice League, Star Wars, yang semakin menggenjot hype benda-benda collectibles. Dengan dukungan keterikatan emosi inilah yang membuat pasar action figure sangat niche dan mampu bertahan meski terjadi perubahan arus ekonomi.
Action figure saya di rumah, dimaenin sama anak, akhirnya ada yang patah, ada yang catnya kelupas. Akhirnya sekarang koleksi lego aja, hahaha.
bahahaha lego lebih rentan lagi om, aku kapok klo lego asli malahan